Source: www.tvtropes.org
Hampir 15 tahun yang lalu, banyak waktu gue yang kebuang sia-sia cuma buat ngelempar burung-burung dari ketapel untuk ngehancurin struktur kayu berisi babi-babi ijo yang muka dan suaranya sama-sama ngeselin. Tiap namatin level, bukannya puas tapi malah makin ambi dan rakus buat dapetin skor yang lebih tinggi lagi. Ironisya, franchise Angry Birds juga tumbang karena kerakusan dan keserakahan.
Fenomena Global
Angry Birds pertama kali dirilis developer Finlandia, Rovio di tanggal 11 Desember 2009. Ide game ini sebenernya mirip sama game yang udah ada sebelumnya, Crush the Castle. Bedanya Angry Birds berhasil mengambil hati para pemain dengan grafis yang lebih menarik, berbagai karakter burung dengan kemampuan unik, dan level-level yang penuh tantangan dan adiktif. Hasilnya dalam waktu dua bulan setelah rilis, Angry Birds berhasil menjadi aplikasi berbayar nomor satu di 60 negara. Game ini tidak hanya mengubah industri mobile games, tetapi juga memulai era baru di dunia hiburan digital.
Cuan yang Terus Mengalir
Momentum keberhasilan Angry Birds langsung dimanfaatkan Rovio yang dengan cepat meluncurkan berbagai produk baru seperti Angry Birds Seasons, Angry Birds Space, hingga Angry Birds Star Wars. Merchandise boneka dan mainannya juga laku keras. Penghasilan yang didapat Rovio pada 2011 mencapai 100 juta dolar AS, sementara jumlah karyawan mereka melambung dari 28 orang menjadi 224 orang hanya dalam waktu setahun. Sayangnya kesuksesan ini justru menjadi awal mula masalah besar bagi Rovio.
Jenuh Pangkal Bosan
Setelah beberapa tahun merilis variasi game dengan formula yang sama, para pemain mulai jenuh dan bosan. Meskipun mereka terus mencoba berinovasi dengan game seperti Angry Birds Go, Angry Birds Epic dan Angry Birds Pop tapi permainan-permainan ini tidak dapat menggantikan daya tarik Angry Birds yang original. Rovio dianggap lebih fokus pada keuntungan dari pengembangan franchise dan in-app purchases daripada mengembangkan kualitas permainan. Kegagalan strategi ini membuat pendapatan Rovio turun drastis dan sejumlah besar karyawan terpaksa dipecat.
Perubahan yang Membingungkan
Rovio terus berusaha menghidupkan kembali franchise ini dengan meluncurkan film Angry Birds pada 2016. Walaupun sukses di box office, kesuksesan tersebut nggak dibarengin dengan perkembangan yang signifikan dalam game-nya. Pada 2017, mereka mulai menghentikan sirkulasi untuk game-game lama, bahkan beberapa game ikonik seperti Angry Birds Classic secara mendadak dihapus dari App Store. Keputusan ini membuat banyak penggemar mereka kecewa dan marah.
Rovio membuat keputusan yang semakin kontroversial dengan mengganti nama Angry Birds Classic menjadi Red’s First Flight dengan harga $1,99 tanpa in-game purchases. Keputusan ini dinilai sebagai langkah untuk mendorong pemain membeli game baru yang lebih menguntungkan secara finansial. Para penggemar merasa ditipu dan semakin marah. Bahkan sampai ada gerakan #BringBack2012 yang trending di media sosial.
Rusaknya Sebuah Fenomena
Angry Birds adalah contoh klasik gimana kerakusan bisa merusak sebuah fenomena budaya. Dari game yang penuh inovasi, berkembang menjadi mesin uang yang cuma berfokus pada transaksi mikro dan keuntungan yang akhirnya membuatnya ditinggalkan pengguna dan fans.
Di tahun 2021, Rovio sempat bikin permintaan maaf di website mereka dengan judul “A Letter to Our Fans”, di mana mereka berjanji untuk mengembalikan game-game yang lama. Surat itu ditutup dengan kalimat “We want to make you happy. We like our birds to be angry, not our fans!”. Tapi dampak panjang dari penurunan reputasi udah terlalu sulit buat diperbaiki.